Add This...^^d!!

RSS

Kamis, November 18, 2010

panggilah dengan indah..(:

“ih teh nestri kayak anak kecil”

Rasa-rasanya biasa saja seandainya yang mengucapkan kalimat tadi adalah seorang adik yang hanya berbeda beberapa tahun dari saya, tapi yang mengucapkan ini adalah adik kecil kelas 4 SD, EMPAT SD!! Dibilang kayak gitu saya benar-benar bingung harus bereaksi seperti apa, apalagi adik ini sampai mengulang dua kali kalimat yang persis sama hanya selang beberapa hari setelah hari itu...-__-“

“Aku gemes deh sama teteh, pengen aku cubit rasanya”, kalau yang ini dari adik kelas 5 SD yang ngeliat saya autis sendiri main muter-muterin badan karena terlampau asik nikmatin cuaca pagi di lapangan sekolahnya

“Loh? Emang kenapa dek?”
“Abis teteh lucu kayak anak kecil”
“....”

Sebenarnya bukan masalah saya yang seperti anak kecil yang ingin saya utarakan di sini, tapi betapa jujurnya mereka berkata. Memang tidak selalu hal yang baik dan merupakan pujian yang mereka utarakan, dan saya ingat sekali dengan kata-kata seorang adik lain yang berkata “teh nestri mah meni judes”, atau “teh nestri pelit”, dan lain sebagainya. Tapi itulah mereka: jujur (meski terkadang mereka memang sengaja menggoda saya..-_-a)

Kenapa mereka bisa begitu jujurnya? Karena mereka masih kecil? Ah, agaknya tidak. Masih tersimpan dengan rapi dalam inbox sms saya ungkapan jujur dari seorang adik SMKN 2 Sumedang di hari setelah saya mengisi acara pesantren kilat Ramadhan di sekolah mereka,

“Aku dari awal melihat teteh, subhanallah seperti ada seorang remaja muslim yang membangkitkan semangat dalam hati aku. Aku senang melihat cara teteh bicara begitu halus dan sopan.. Aku melihat teteh seperti siti aisyah yang cantik juga cerdas.. InsyaAllah, kalau aku dekat atau jadikan sahabat teteh alangkah bahagia.. Tapi aku malu.. :)”

Dan entah kenapa hanya selang 3 menit datang sms yang nyaris sama dengan konteks yang sedikit berbeda dari adik yang mengirim sms tadi,

“Aku dari awal melihat teteh, subhanallah seperti ada sayap putih yang mengepakan semangat dalam hati. Aku senang melihat cara teteh bicara begitu halus dan sopan.. Aku melihat teteh seperti siti aisyah yang cantik juga cerdas.. Sehingga aku malu.. :)

Sungguh saya masih sangat jauh dari sayidina Aisyah dengan akhlaq dan kecerdasannya yang luar biasa, dan kalimat adik ini tentu bukanlah sebuah fakta, tetapi hanyalah sebuah opini semata. Sebuah ungkapan jujur dari seorang adik

Kenapa mereka bisa begitu jujurnya? Karena masih kecil?
Tapi adik ini adalah pelajar SMK! Kelas dua pula..

“Terbang aja”, sms yang ini meski tidak masuk akal, tetap saja menggelitik perut saya karena polosnya seorang adik kelas enam SD yang meminta saya yang sedang ada di Jakarta untuk main ke Garut detik itu juga. Adik ini bercerita kalau ia sedang sangat merindukan saya saat itu. Jujur sekali bukan? Meski sangat khas anak kecil..:D

“Kak, di sana hujan gak? Di sini hujan besar, mau ikutan dingin-dinginan kak? Kakak lagi di rumah atau di kampus? Kak, kak wita mau maafin aku? Aku sudah minta maaf sama kak wita, hanya satu yang maafin aku yaitu bintang. Bintang itu sangat manis tetapi dia di Jakarta bersama bulan yaitu kak Nestri dan naoval. Tolong dibales kak. BALES”, ini adalah sms dari adik yang sama dengan yang menyuruh saya terbang ke Garut tadi..:D

Naufal itu adik kandung saya (meski adik ini tadi salah menyebut nama naufal..-__-“) yang sering saya ceritakan pada adik lain yang saya kenal, jadi wajar kalau para adik seolah sangat mengenal naufal saya ini...(:
Dan waooo, saya adalah “bintang” dan naufal adalah “bulan”...*-*/!!, benar-benar senyum-senyum sendiri saya dibuatnya. Sekali lagi ini bukanlah fakta, ini hanyalah opini, sebuah ungkapan jujur dari para adik...(:

Sikap mereka yang seperti inilah yang membuat saya semakin menyayangi mereka, ya saya sangat menyayangi mereka, saya sayang mereka karena Allah..(:!!

Belakangan ini saya membandingkan bagaimana para adik bersikap dengan sikap beberapa orang dewasa yang lain. Saya sungguh heran ketika dalam pergaulan rasanya sangat biasa sekali memanggil orang dengan sebutan, “nyet” (agaknya berasal dari kata monyet), “ ‘ndut” (gendut), “sapi”, “jelek”, atau sebutan-sebutan lain yang tidak ada unsur mesranya sama sekali

Kenapa ya?

Yang terkadang membuat saya semakin heran adalah ketika orang yang dipanggil demikian terlihat senang dengan panggilan barunya. Kenapa?

Apakah karena orang ini berjiwa besar yang demikian besarnya sehingga mampu terus bersabar meski dihina?

Begitukah?

Tapi kalaupun begitu, bukankah Rasulullah menganjurkan kita untuk memanggil teman kita dengan panggilan yang disukainya? Layaknya panggilan “ya khumaira” (yang kemerah-merahan) yang Rasul sematkan pada sayidina Aisyah?

Bukankah begitu?

Mungkin panggilan-panggilan aneh tadi memang terkadang disukai dan terkesan mampu lebih mengakrabkan diri satu sama lainnya (mungkin karena dianggap hanya orang-orang terdekat yang berani memanggil seperti itu), tapi saya yakin pasti ada setidaknya setitik bentuk penolakan dalam diri orang yang diberi “nama panggilan” itu

Saya teringat ketika saya harus mencari suatu data dari teman saya yang sering dipanggil “nenek”, saat itu saya mengetik nama “nenek” di searching list facebook saya untuk melihat informasi yang ada, tapi namanya tidak ada di friend list saya (secara nama aslinya bukan “nenek”..-__-), dan saya sungguh menghabiskan banyak waktu untuk berfikir siapa nama asli teman saya ini (untuk mengingat kacamata yang baru saya letakkan saja bisa makan waktu berhari-hari, apalagi untuk mengingat hal-hal semacam ini..-__-a??)

Begitulah nama panggilan, terkadang disematkan dengan alasan yang juga mengatakan sebagai sebuah ungkapan kejujuran untuk menggambarkan kepribadian diri, tapi kan...panggilan yang bagaimanaaaaa?? Panggilan-panggilan yang menegaskan kekurangan seseorang?

Bingung sendiri saya dibuatnya, apa karena mereka dewasa dan para adik masih kecil? Inikah pergaulan orang dewasa saat ini? Kalau iya, saya tidak ingin bergabung dalam geng orang dewasa itu, biarkan saja saya tetap menjadi anak-anak seperti dalam kisah peter pan..d;

Tapi rasanya tidak, anak kecil juga banyak yang menggunakan “nama panggilan” semacam itu, sebaliknya orang dewasa (atau remaja menengah?) seperti adik SMKN yang saya ceritakan tadi juga banyak yang mampu memberi panggilan yang sangat mesra

Lantas kenapa? kalau seperti ini berarti bukan faktor usia dan kedewasaan yang berperan kan? Lantas apa?

Bersihnya hati adalah jawabannya

Terkadang ketika kita ingin memberikan sebuah pujian yang ikhlas, kalimat pujian itu terhenti begitu saja di tenggorokan

Kenapa?

Susah sekali rasanya memuji orang lain jika hati kita tidak bersih, tidak ikhlas dengan apa yang ingin kita sampaikan. Sehingga kalaupun berhasil terlontar, kalimat tersebut terasa sebagai kalimat kosong tanpa makna dengan bumbu kebohongan sebagai kemasannya

Karenanya, bersihkan hati, sucikan jiwa.

Saya pribadi tidak menyarankan untuk selalu memuji orang lain, pujian memang perlu, tapi rasanya tidak untuk selalu dielu-elukan

Sebuah pujian sangat rentan mengantarkan orang ke jurang kesombongan, padahal bukankah inahu la yuhibbu manka la munta lan fakhuur?? Sesungguhnya Allah membenci orang yang sombong dan membanggakan diri

Tapi rasanya kalau untuk panggilan, tidak ada yang salah dengan memanggil dengan panggilan yang disukai seseorang. Kalaulah sulit menentukan panggilan apa yang disukai, bukankah setiap orang memiliki sebuah do’a yang melekat dalam dirinya: nama
Sebuah perwujudan harapan orangtua yang diberikan pada buah hatinya yang berharga. Kalau begitu, panggil saja dengan namanya yang sudah ada. Tidak sulit bukan..(:??

Nama saya Nestri, dan meski terdengar hebat, saya tidak suka dipanggil “bu dokter”, jadi saya cukup senang kalau dipanggil dengan Nestri..(:

“Anggap aja do’a nes”, kata seorang teteh ketika saya mengutarakan ketidaksukaan saya dengan sebutan bu dokter tadi

Tadinya sih saya mengiyakan, “iya juga ya teh? teteh pinter!”, tapi kok...asa tetap saja saya tidak suka ya?? Selain karena saya memang belum jadi seorang dokter, menjadi dokter memang bukan sesuatu yang saya sukai. Sehingga mendengar seseorang memanggil saya dengan sebutan ini membuat saya merasa sangat tidak nyaman (inilah salah satu alasan mengapa saya sangat sadar betapa memanggil seseorang dengan panggilan yang disukainya sangat penting)

Dan itulah pelajaran berharga yang kembali saya dapatkan dari para adik, panggilah dengan jujur, panggilah dengan panggilan yang disukai seseorang, karena ucapan adalah do’a, dan apa-apa yang kita sebutkan juga berarti adalah do’a kita untuk orang lain. Karenanya, panggilah ia dengan indah..(:

Tidak ada komentar:

Posting Komentar