Add This...^^d!!

RSS

Jumat, November 16, 2012

Manajemen masalah part 2 of 3: Bersihkan hati, senandungkan asmaNya!

Ketika masalah tiba, tak jarang kita mengeluarkannya dalam bentuk keluhan. Bahkan tak jarang kita membela diri dan merasa tidak mengeluh, dengan alasan hanya sekedar bercerita atau berbagi kisah. Padahal Rasulullah mendidik kita untuk tidak mengeluh, sebagaimana sabdanya, “Ada tiga pusaka kebajikan, merahasiakan musibah, merahasiakan sedekah, dan merahasiakan keluhan”. Kenapa? Karena merahasiakan keluhan akan mendatangkan kebaikan, kebaikan bagi kita, kebaikan bagi orang sekitar, insya Allah. Jadi jangan mengeluhkan masalah kita, apapun masalahnya, bagaimanapun bentuk keluhannya.

Tidak boleh dikeluhkan tapi harus diselesaikan, tapi bagaimanaaa?

Padahal masalah yang menimpa sangat berat dirasa, hingga pikiran pun terasa keruh hingga tak jarang menutupi jalan keluar, seolah memang jalan keluar dari masalah yang dihadapi memang tak ada, dan takkan pernah ada. Lantas bagaimana?

Ingat kalau masalah yang Allah berikan pasti dalam batas kesanggupan kita untuk menyelesaikannya, kalau terasa susah mah wajar, karena perjuangan menuju syurga memang tidak mungkin semudah terjerumus ke neraka toh? Tapi  jangan lantas dengan “susahnya” itu kita justru melarikan diri dari masalah, karena jalan keluarnya ada, Allah yang menjamin bahwa tidak akan seorang hamba dibebani masalah di luar kesanggupannya.  Sedangkan janji Allah itu pasti, jauh lebih pasti dari matahari yang akan terbit esok hari.

Karenanya, ketika pikiran terkeruhkan oleh masalah, bersihkan keruhnya! Jernihkan hati. Tenangkan jiwa. Caranya? Dalam surat cinta Allah di surat Ar Rad ayat 28 Allah telah mengajarkan bagaimana cara kita untuk menenangkan segala kemelut yang terasa: Dengan mengingat Allah!

“...ingatlah hanya dengan mengingat Allah hati menjadi tenteram”. Jadi, cerdaslah kita yang ketika masalah datang kita bersyukur dengan mengingat bahwa masalah adalah bukti dari cintaNya, maka ucapkan : Alhamdulillah, segala puji bagi Allah. Jadi, cerdaslah kita yang ketika masalah datang kita senantiasa mengingat dengan menyenandungkan asmaNya untuk membersihkan jiwa, menjauhi diri dari kecenderungan untuk mengeluh.


Ya Allah, Ya Rahman, Ya Rahim, Ya Malik, Ya Quddus, Ya salaam, Ya Mukmin, Ya Muhaimin, Ya Aziz, Ya Jabbar, Ya Mutakabbir, Ya Khaaliq, Ya Baari, Yaa Musawwir, Ya Ghaffar, Ya Qahhar, Ya Wahhab, Ya Razzaq, Ya Fattah, Yaa ‘Alim, Ya Qaabidh, Yaa Baasith, Yaa Khaafidh, Yaa Rafi’, teruuuuus hingga tersebut kesembilan puluh sembilan nama indahNya. Ulangi lagi, lagi, dan lagi. Ulangi tiap hati terasa gundah, karena dengan mengingat Allah dengan keMahaKuasaanNya maka hati yang bergemuruh sekalipun akan tenang dengan sebenar-benarnya ketenangan, insya Allah.

Dan ketika hati telah terlepas dari kemelutnya, pikiran pun akan terlepas dari keruhnya. Sehingga pintu jalan keluar dari masalah pun akan berbaik hati memperlihatkan rupanya dari jalan yang tak pernah kita sangka sebelumnya.

Try and prove it by yourself (:!
Karena teori selamanya hanya teori sampai ada yang mempraktekkannya, maka...yuk^^!





[+/-] Selengkapnya...

Rabu, November 07, 2012

Manajemen masalah. Part 1 of 3: Berat, tapi manis luar biasa!

Beberapa bulan ke belakang saya mengalami hal-hal luar biasa. Sekumpulan masalah datang silih berganti, menyapa diri yang seringkali terlalaikan, menegur hati yang seringkali mengikrarkan kebaikan yang hampa.

Dan yang paling berkesan adalah betapa masalah-masalah yang muncul datang seolah ingin membuktikan teori-teori yang seringkali saya jelaskan pada orang lain, pada tulisan, teman, ataupun adik-adik angkatan. Kakak saya pernah mengomentari, “Adek tuh udah tau teorinya kalau dicubit itu sakit, nah sekarang adek lagi ngerasain sedihnya, lagi ngerasain sakitnya”. Subhanallah, benar sekali.

Teorinya, Allah tidak akan membebani seorang hamba di luar kesanggupannya, begitu firman Allah dalam surat cintaNya, alQur’anul Kariim. Prakteknya, banyak orang berguguran ketika berhadapan dengan cobaan, melarikan diri untuk melupakan. Bukan karena tidak sanggup menghadapi ujian yang datang, tapi MERASA tidak sanggup. Kita kah?

Teorinya, salah satu alasan kedatangan musibah adalah karena dosa, dan tidaklah akan hilang kesalahannya jikalau tak disertai dengan taubat, begitu ucap sayyidina Ali ibn Abu Thalib. Prakteknya, seringkali kita menyalahkan orang lain atas kemalangan yang menimpa diri: nilai jelek karena dosennya pelit dan banyak maunya, handphone hilang karena pencuri menyebalkan yang mengintai diri, absen dicoret karena dosen hadir terlampau pagi, tugas tertinggal karena ada jarkom kuliah mendadak untuk datang lebih cepat, gagal ujian karena pertanyaan lontaran dosen terlampau aneh dan detail, janji tak tertepati karena macet menghadang tanpa ampun, materi tak bisa dimengerti karena penjelasan dosen berputar-putar tanpa arti, kepribadian rapuh karena didikan lingkungan yang tak benar, dan lain sebagainya.

Jarang, atau mungkin tak pernah, memikirkan kalau sumber masalahnya adalah diri sendiri, tak terlintas dalam benak bahwa kesalahan terbesar adalah khilaf diri terhadap beberapa hal di masa lampau. Nampaknya diri terlalu asik menyalahkan orang lain sehingga tanpa sadar merasa dirilah yang paling benar dan paling layak mendapat segala jenis kebaikan. Sombong. Loh? Kenapa sombong? Bukankah akar kesombongan ada dua? Pertama, ketika diri merasa lebih baik dari orang lain. Kedua, ketika diri merendahkan orang lain, baik sadar maupun tidak. Padahal sesungguhnya, Allah membenci orang-orang yang sombong dan membanggakan diri! Naudzubillah. Tsumma Naudzubillah.

Teorinya, Apabila Allah menghendaki kebajikan pada seorang hamba, maka akan diperlihatkanNya kekurangan hamba tersebut, begitu sabda Rasulullah Muhammad ibn Abdullah yang diriwayatkan oleh Abu Manshur Ad-Dailami. Prakteknya, ketika diri merasa kurang, akanlah kita membandingkan diri dengan mereka yang nampak “lebih” segala-galanya, merasa diri tak berguna. Jauh dari syukur. Padahal bukankah seharusnya tak ada rasa lain selain syukur yang menggema di hati? Bukankah ketika kita mampu melihat kesalahan diri maka terdapat kehendak Allah akan kebaikan atas diri kita? Subhanallah walhamdulillah!

Namun mengapa dengan semua teori yang ada semua masih terasa berat? Yeee....syurga itu indahnya kebangetan guys! Semena-mena banget mau masuk syurga tapi usaha melawan beratnya ujian aja gak mau kan?



Di kala seburuk-buruk ujian adalah bukti cintaNya, maka nikmat Tuhan yang mana yang perlu kudustakan??

Sungguh Allah, skenarioNya begitu indah, sentuhanNya untuk mengajarkan hambaNya begitu dashyat. Masya Allah. Masya Allah.

Segala puji bagi Allah, bahagia rasanya ditempa untuk menerapkan teori yang diucap diri. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Semoga disayangNya.

Dan, manisnya kebahagiaan pun akan terasa dalam seringnya helaan nafas karena ujianNya. Berat. Tapi manis luar biasa (:!

[+/-] Selengkapnya...