Add This...^^d!!

RSS

Selasa, Agustus 31, 2010

Kenapa Harus Curiga Kalau Dengan Tanpa Kecurigaan Kita Bisa Menjalani Hidup Yang Lebih Berkualitas?


31 Agustus 2010

“Kenapa sih harus FK?? Kenapa cuma Fakultas kita sama FKG aja yang kayak gini coba??”, keluh seorang teman saya, menyikapi pengumuman fakultas mengenai keputusan wajib dari pemerintah kepada seluruh Fakultas Kedokteran di Indonesia bahwa mulai angkatan di atas kami (tentu saja berarti angkatan kami juga termasuk) untuk mengikuti magang selama setahun terlebih dahulu baru kemudian diperbolehkan membuka praktek di manapun yang disukai.


Kemudian, makian kepada pemerintah mulai keluar dari mulutnya, “akal-akalan doang tuh”, “biar gak keluar banyak uang”, “dasar licik”, “arggghhhh!!”
“iya gak nes?”, tanya dia akhirnya setelah panjang mengeluarkan unek-uneknya. Saya hanya manggut-manggut cepat mendengar ucapannya yang juga cepat itu, meski terkadang saya timpali dengan “oo..” di sela-sela ucapannya yang memang terdengar banyak argumentasi yang kuat itu

Obrolan entah kenapa merambat ke kenangan KKN kami di tempat masing-masing. Pada akhirnya saya ingin mengangkat profil seorang tokoh yang luar biasa (menurut saya) di desa tempat saya melaksanakan KKN tersebut ke dalam topik obrolan kami
Tokoh itu bernama Pak Agus, beliau adalah seorang mantri (perawat) yang mendirikan klinik desa di bekas Puskesmas Pembantu di desa Karyamukti, kecamatan Cibalong, Garut. Klinik Desa itu didirikannya sendiri karena Puskesmas Pembantu yang tadinya bertempat di tempat Klinik Desa tersebut berada telah dipindahkan ke desa sebelah

Namun, meski pindahnya Puskesmas Pembantu tersebut disertai dengan perbaikan kualitas Puskesmas baru di desa sebelah (yang kini tak lagi menyandang kata “Pembantu” di belakangnya), itu berarti kalau ada warga desa Karyamukti yang memiliki permasalahan kesehatan maka warga tersebut tidak akan bisa segera ditangani, karena harus pergi ke desa sebelah terlebih dahulu. Atau bahkan ke kecamatan sebelah jika ia ingin diobati oleh seorang dokter (Karena tetap belum ada eorang dokter yang bertugas di puskesmas baru)
Akhirnya atas dasar pemikiran seperti itulah Pak Agus mendirikan Klinik untuk warga desa Karyamukti, dengan usaha sendiri, dengan biaya sendiri
Sungguh inspirasi yang luar biasa

Namun teman saya ini menanggapi cerita saya dengan tanggapan yang sungguh membuat saya tersentak.
Ia meminta saya untuk tidak percaya begitu saja dengan cerita semacam itu, bisa jadi hal itu hanya bualan Pak Agus, karena pemerintah desa pastilah memiliki anggaran untuk masalah se-crusial permasalahan kesehatan macam tak adanya sarana kesehatan di sebuah desa seperti itu. Bisa jadi dananya dimakan sendiri oleh Pak Agus, namun ia bercerita seolah ia tidak mendapat bantuan apapun hanya demi mendapat pujian atau—lebih diharapkan lagi—sebuah bantuan (yang bahkan  mungkin akan dimakan sendiri lagi oleh beliau)
Inalillahi..sebuah pemikiran yang kejam

Saya tahu, pemikiran teman saya ini bisa saja memang benar-benar terjadi—sangat mungkin terjadi bahkan. Namun tidakkah ia berpikir kata-kata itu sangat menyakitkan bagi saya? Tidakkah ia mengetahui seberapa dekat saya dengan Pak Agus? Tidakkah ia malu jikalau seandainya saya berkata jikalau Pak Agus tersebut adalah saudara saya sendiri??

Pak agus memang nyatanya bukan saudara saya. Namun saya sudah sangat menganggap seluruh warga desa tersebut selayaknya saudara saya sendiri. Tidakkah akan sedih hati seseorangg jikalau mendengar saudaranya sendiri ditimpa kecurigaan keji seperti itu?

“Maaf ya nes udah meracuni pikiranmu dengan pemikiran seperti ini…”, ucap teman saya tersebut sambil menepuk-nepuk pundak saya, “Tapi terlalu percaya sama orang lain itu gak bagus tau….”
“Nestri tuh gak pernah percaya sama orang lainnnn…..”, ucap saya mencoba menanggapi
“Wah, bagus, bagus itu…”, potongnya
Pembicaraanpun entah mengapa tiba-tiba terhenti di situ

Benar. saya memang tidak percaya dengan orang lain, saya pernah mengalami saat-saat sulit dulu dimana saya sama sekali tidak percaya dengan orang lain.
Semua ucapan orang hanya basa-basi!
Banyak penjilat di mana-mana!!
Jijik sekali saya dulu dengan orang dewasa yang memang dalam diri merekalah sifat basa-basi dan penjilat itu saya temui.

Tapi itu dulu

Saat ini, pemikiran saya sama sekali berbeda (meski saya masih tidak suka dengan orang yang hanya berbasa-basi manis di depan namun membicarakan lawan bicara dengan gelinya di belakang)

Tapi saya yang sekarang beda. Insya allah..

Kalimat saya yang terpotong tadi, ”Nestri tuh gak pernah percaya sama orang lainnnnnnnn….”,  sesungguhnya ingin sekali saya lanjutkan di hadapan teman saya itu, “…tapi Nestri INGIN percaya sama mereka”

Ya, saya ingin percaya
Sudah cukup masa-masa kelam saya
Sudah cukup semua itu!

Masih teringat jelas dalam benak saya kelamnya diri ini ketika hati saya menaruh kecurigaan kepada siapapun, sungguh perasaan seperti itu sangat tak mengenakkan jiwa. Hati saya serasa kosong, karena ia telah penuh terisi dengan makian kepada orang lain, dengan kecurigaan-kecurigaan. Sungguh saya muak dengan diri saya yang penuh kecurigaan seperti itu

Karenanyalah saya ingin mempercayainya.
Saya ingin percaya!!

Karena sebuah kepercayaan akan mengisi jiwa dengan sebuah harapan, dengan sebuah do’a tulus
Kalaulah ternyata kepercayaan saya disalahgunakan oleh orang yang saya percayai, berarti sayalah yang salah, karena saya hanya menaruh sebuah kepercayaan tanpa menularkan harapan saya pada orang tersebut. Atau mungkin saya lupa mendo’akannya untuk tetap menjadi orang yang yang seperti saya harapkan, yang membuat kepercayaan saya jatuh padanya
Saya yang salah

Saya ingin sekali menularkan kepercayaan itu, ingin sekali saya dengan tanpa berpikir panjang memberikan pujian yang tulus pada seseorang meski hal luar biasa yang diucapkannya sebenarnya kurang logis.

Namun coba kita renungkan kata-kata bijak yang mungkin sudah sering kita dengar, “Sesuatu yang datang dari hati akan sampai ke hati”

                Saya sungguh ingin memberikan kepercayaan dan pujian tulus itu!!
Sebuah kepercayaan dan pujian yang datang dari hati, karena bukankah dengan begitu hanya dua hal luar biasa yang bisa terjadi?
Jika ia berkata benar, maka ia akan semakin memperjuangkan dan mempertahankan apa yang telah ia lakukan. Atau, jika ia berbohong, maka ia akan malu, hatinya akan terusik mendengar kepercayaan dan pujian yang saya sampaikan padanya, sehingga ia akan bersemangat untuk mewujudkan kebohongannya itu menjadi sebuah kebenaran, menjadi sebuah kenyataan

Kalaupun bukan dua hal tersebut yang terjadi, tanyakanlah pada diri… ”Sudahkah saya menyampaikan hati saya dalam setiap kepercayaan dan pujian yang saya sampaikan padanya?, Mungkinkah saya lupa memasukkan hati saya? Atau mungkin hati saya sedang tak ada? Tertutup oleh kelamnya prasangka??”

Sungguh, saya pernah terjebak dalam prasangka-prasangka dan kecurigaan keji yang terus terbesit dalam benak saya. Dan sungguh, saya menjalani hidup yang tidak tenang karenanya. Karena hanya keluhan demi keluhanlah yang meluncur keluar dari bibir, membelok kembali ke telinga, menyebar ke seluruh sel-sel tubuh, dan mengakar di jiwa. Padahal, kehidupan seperti apa yang bisa saya lewati dengan jiwa seperti itu?

Lantas kenapa saya harus menaruh kecurigaan kalau dengan tanpa kecurigaan saya bisa menjalani hidup yang lebih berkualitas?




1 komentar: