Add This...^^d!!

RSS

Senin, September 01, 2014

Motor, Helm, dan Saya

Sudah beberapa hari ini saya mulai menggunakan motor, belajar mengendarainya pun baru mulai dalam pekan yang sama. Keputusan menggunakan kendaraan beroda dua ini sebagai kendarahan pilihan mulai terlintas di benak mengingat jadwal jaga di rumah sakit yang terkadang mengharuskan pulang malam ataupun berangkat malam. Khawatir, karena malam hari di Purwakarta sudah sepi dengan angkutan umum, sedangkan bermalam di rumah sakit pun tidak memungkinkan.

Wallahi, gemetar sekali ketika pertama kali mulai latihan menggunakan motor. Sebenarnya dulu saya pernah iseng menggunakan motor ayah untuk sekedar meyakinkan kalau saya juga bisa mengendari motor, meskipun sekedar motor matic. Tapi saat itu saya menggunakan motor ayah untuk sekedar berputar-putar keliling kompleks yang sepi, maka tentu saja saat itu saya mampu mengendarainya dengan lancar jaya.

Sedangkan kali ini ketika saya kembali berlatih, saya berlatih dengan motor saya sendiri dan untuk saya gunakan sendiri, bukan untuk sekedar bermain keliling kompleks yang sepi melainkan untuk saya gunakan menempuh perjalanan dari kosan ke rumah sakit maupun sebaliknya. Maka takut sekali rasanya diri ini ketika kembali menaikinya untuk berlatih, entah apa pastinya yang saya takuti, rasa geli pun menyusup dalam benak membayangkan betapa santainya saya dulu saat menggunakan motor ayah untuk berkeliling kompleks, sedangkan di kompleks yang sama ketika saya berlatih dengan menggunakan motor saya sendiri...gemetar dan tegang yang luar bisa menghinggapi diri. Geli, karena kok saya jadi terkesan tega sama motor ayah tapi penuh kehati-hatian ketika yang digunakan adalah motor sendiri yah? hehe.

Tapi alhamdulillaah, 3 hari menggunakan motor, saya sudah lancar menggunakannya, dan juga sudah tidak setegang sebelumnya. Namun ada satu hal yang senantiasa menjadi pikiran saya : helm.

Kenapa helm?

Pernah kemarin ketika saya sudah ingin menyalakan motor untuk berangkat kembali ke rumah sakit untuk mengambil barang yang tertinggal, saya teringat bahwa saya belum mengenakan helm, segera saja saya hendak kembali ke kamar kosan untuk mengambil helm yang saya letakkan rapi di atas tempat tidur kamar. Seorang teteh kosan yang bertanya mengapa saya kembali lagi berkomentar, “Gak papa kok, di sini mah polisinya baik-baik nes”, komentar itu membuat saya yang saat itu belum paham maksud sang teteh hanya berkomentar singkat, “oh iya yaa teh? Alhamdulillaah...”, saya pikir sang teteh kenal dengan polisi di sini dan pernah berbincang sendiri dengan pak polisi sehingga mengatakan kalau polisi di sini baik. Sehingga saya pun tetap kembali untuk mengambil helm yang tertinggal di kamar.

Saat itu, di perjalanan saya kembali memikirkan maksud sang teteh tadi, dan akhirnya saya pun paham bahwa yang dimaksud adalah “baik” yang tidak lantas mengejar ataupun menilang pengendara motor yang tidak menggunakan helm. Padahal, dimana baiknya seorang polisi yang mendiamkan peluang kecelakaan dan regangan nyawa terjadi di depan matanya?

Dan kemudian, setibanya saya di rumah sakit, selepas saya mengambil barang yang tertinggal dan hendak kembali ke kosan. Datang sebuah mobil bak terbuka dengan tubuh yang terbujur kaku dan berlumuran darah di bak mobilnya, hanya satu yang terlihat bergerak dari tubuh itu, dadanya yang naik turun, bukan naik-turun karena nafas biasa, karena justru jelas terlihat bahwa naik-turun dadanya yang tidak biasa itu menandakan betapa suitnya sang korban bernafas, dirinya tak sadarkan diri, darahnya bergelimang dan menetes banyak sekali di sepanjang jalan depan Instalasi Gawat Darurat hingga ke ruang tindakan di dalam.

Bekerja di IGD rumah sakit, tak jarang saya lihat pasien yang tiba sebagai pasien kecelakaan adalah pengendara motor, atau korban yang ditabrak oleh pengendara motor. DI luar dari tak sedikitnya pula pengendara motor yang terlibat ternyata sedang dalam kondisi mabuk (dengan usia yang masih sangat belia : 16 hingga 18 tahun! Naudzubillaah...) yang jadi pusat pikiran saya adalah helm yang tak ada di lokasi kejadian. Banyak sekali korban kecelakaan tak mengenakan helmnya. Apakah karena alasan polisi Indonesia yang “baik” tadi?

Siang tadi saya kembali keluar menggunakan motor, dan mengamati pengendra-pengendara motor yang lain. Ternyata selain mereka yang keluar mengendari motor tanpa helm, banyak sekali pengendara motor berhelm yang tak mengaitkan kunci helmnya dan hanya sekedar menempelkan helmnya di kepala untuk kemudian dengan santai menjalankan motornya.

Lantas apa fungsi helmnya? Untuk menghindari tangkapan polisi?? Padahal, bukankah tujuannya adalah untuk melindungi tulang kepala dan otak yang ada di dalamnya dari benturan keras yang bisa saja terjadi sewaktu-waktu dalam sebuah kecelakan yang kita tidak pernah tau kapan ia menyapa sang pengendara motor? Sedangkan sekedar “menempelkan” helm di kepala tentu saja akan dengan mudah menyebabkan helm tersebut terlepas ketika terjadi benturan keras, helm akan terlempar, dan peluang kepala akan terbentur dengan sangat keras adalah besar.

Lantas apa fungsi helm nya?

Ayah saya memesankan kepada saya untuk mengendarai dengan kecepatan 30-40 km /jam saja ketika melepaskan motor saya untuk saya gunakan di kota ini. Bahkan pagi tadi via telepon entah kenapa meskipun ayah mengulangi nasehat lain yang sama persis dengan nasehatnya di hari sebelumnya mengenai kehati-hatian untuk mengendarai sepeda motor saya ini, angka yang disebut mengalami perubahan, yang tadinya disebut 30-40 km/ jam tadi mendadak berubah jadi 20-30 km/jam saja. Haha entah karena lupa dengan angka yang disebut dalam nasehatnya sebelumnya, entah karena dirinya dihinggapi rasa khawatir akan diri saya sehingga ayah memang dengan sengaja meminta saya untuk mengurangi kecepatan normal saya untuk mengendarai motor.

Seorang dokter di rumah sakit mengatakan bahwa kecepatan saya mengendarai motor adalah kecepatan sebuah sepeda, haha, lucu sekali komentar ini, saya pun dibuatnya geli sekali mendengar komentar polos sang dokter. Tapi mau bagaimana lagi, seandainya saya bisa memilih, tak ingin saya meregang nyawa dan mengakhiri kontrak hidup saya di dunia dengan lumuran darah akibat kecelakaan.

Karena apabila kecelakaanlah yang menjadi penutup usia saya, ada dua hal yang menjadi pikiran saya.

Pertama, apabila saya meninggal ketika kecelakaan tanpa helm di kepala...tentu tak ada guna rasa takut pada pak polisi, karena seharusnya saya lebih takut pada Allah. Karena saya tidak tahu harus menjawab apa pada Allah apa alasan saya membunuh diri saya sendiri dengan berlalai-lalai menjaga amanah kehidupan yang Dia amanahkan pada saya karena enggan menggunakan helm.

Kedua, ketika terjadi kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan pendarahan pada diri saya, maka besar kemungkinan setiba di rumah sakit untuk mendapatkan pertolongan pertama...hijab yang saya kenakan akan dibuka untuk mendapatkan pemeriksaan lebih lanjut untuk memeriksa apakah ada luka fatal di kepala saya atau tidak.

Belum lagi dengan kemungkinan robek-robek di pakaian akibat kecelakaan kendaraan bermotor yang saya alami, tentu saja hal ini meningkatkan kemungkinan aurat saya akan terlihat oleh petugas kesehatan yang menangani saya maupun masyarakat lain yang kebetulan menolong saya, ataupun yang kebetulan melihat karena berada di lokasi kejadian.

Padahal lihatlah kisah seorang wanita Palestina yang ketika tidurnya tetap mengenakan hijab lengkap. Jawabannya ketika ditanyakan mengenai alasannya tersebut sungguh menggetarkan hati,

“Agar apabila roket-roket dan bom Israel menghancurkan rumah saya malam ini, saya siap menghadap Tuhan saya dengan keadaan aurat saya tetap terjaga."

Masyaa Allah...Allahu Akbar!!

Tentu saja saya tidak mempunyai kuasa untuk menentukan akhir hidup saya, tapi saya memiliki kesempatan untuk setidaknya berusaha semampu diri untuk menjaga diri saya sendiri agar tidak mengizinkan diri ini menutup usianya dengan lumuran darah yang bisa membuat saya menghadap Allah dalam keadaan tidak menjalankan perintahNYa : menutup aurat dengan baik.

Semoga Allah mengizinkan saya dan hamba-hambaNya yang lain untuk mengakhiri hidup dalam keadaan yang diridhoiNya.


@nestrinadezda

Tidak ada komentar:

Posting Komentar