Add This...^^d!!

RSS

Rabu, November 07, 2012

Manajemen masalah. Part 1 of 3: Berat, tapi manis luar biasa!

Beberapa bulan ke belakang saya mengalami hal-hal luar biasa. Sekumpulan masalah datang silih berganti, menyapa diri yang seringkali terlalaikan, menegur hati yang seringkali mengikrarkan kebaikan yang hampa.

Dan yang paling berkesan adalah betapa masalah-masalah yang muncul datang seolah ingin membuktikan teori-teori yang seringkali saya jelaskan pada orang lain, pada tulisan, teman, ataupun adik-adik angkatan. Kakak saya pernah mengomentari, “Adek tuh udah tau teorinya kalau dicubit itu sakit, nah sekarang adek lagi ngerasain sedihnya, lagi ngerasain sakitnya”. Subhanallah, benar sekali.

Teorinya, Allah tidak akan membebani seorang hamba di luar kesanggupannya, begitu firman Allah dalam surat cintaNya, alQur’anul Kariim. Prakteknya, banyak orang berguguran ketika berhadapan dengan cobaan, melarikan diri untuk melupakan. Bukan karena tidak sanggup menghadapi ujian yang datang, tapi MERASA tidak sanggup. Kita kah?

Teorinya, salah satu alasan kedatangan musibah adalah karena dosa, dan tidaklah akan hilang kesalahannya jikalau tak disertai dengan taubat, begitu ucap sayyidina Ali ibn Abu Thalib. Prakteknya, seringkali kita menyalahkan orang lain atas kemalangan yang menimpa diri: nilai jelek karena dosennya pelit dan banyak maunya, handphone hilang karena pencuri menyebalkan yang mengintai diri, absen dicoret karena dosen hadir terlampau pagi, tugas tertinggal karena ada jarkom kuliah mendadak untuk datang lebih cepat, gagal ujian karena pertanyaan lontaran dosen terlampau aneh dan detail, janji tak tertepati karena macet menghadang tanpa ampun, materi tak bisa dimengerti karena penjelasan dosen berputar-putar tanpa arti, kepribadian rapuh karena didikan lingkungan yang tak benar, dan lain sebagainya.

Jarang, atau mungkin tak pernah, memikirkan kalau sumber masalahnya adalah diri sendiri, tak terlintas dalam benak bahwa kesalahan terbesar adalah khilaf diri terhadap beberapa hal di masa lampau. Nampaknya diri terlalu asik menyalahkan orang lain sehingga tanpa sadar merasa dirilah yang paling benar dan paling layak mendapat segala jenis kebaikan. Sombong. Loh? Kenapa sombong? Bukankah akar kesombongan ada dua? Pertama, ketika diri merasa lebih baik dari orang lain. Kedua, ketika diri merendahkan orang lain, baik sadar maupun tidak. Padahal sesungguhnya, Allah membenci orang-orang yang sombong dan membanggakan diri! Naudzubillah. Tsumma Naudzubillah.

Teorinya, Apabila Allah menghendaki kebajikan pada seorang hamba, maka akan diperlihatkanNya kekurangan hamba tersebut, begitu sabda Rasulullah Muhammad ibn Abdullah yang diriwayatkan oleh Abu Manshur Ad-Dailami. Prakteknya, ketika diri merasa kurang, akanlah kita membandingkan diri dengan mereka yang nampak “lebih” segala-galanya, merasa diri tak berguna. Jauh dari syukur. Padahal bukankah seharusnya tak ada rasa lain selain syukur yang menggema di hati? Bukankah ketika kita mampu melihat kesalahan diri maka terdapat kehendak Allah akan kebaikan atas diri kita? Subhanallah walhamdulillah!

Namun mengapa dengan semua teori yang ada semua masih terasa berat? Yeee....syurga itu indahnya kebangetan guys! Semena-mena banget mau masuk syurga tapi usaha melawan beratnya ujian aja gak mau kan?



Di kala seburuk-buruk ujian adalah bukti cintaNya, maka nikmat Tuhan yang mana yang perlu kudustakan??

Sungguh Allah, skenarioNya begitu indah, sentuhanNya untuk mengajarkan hambaNya begitu dashyat. Masya Allah. Masya Allah.

Segala puji bagi Allah, bahagia rasanya ditempa untuk menerapkan teori yang diucap diri. Alhamdulillah. Alhamdulillah. Semoga disayangNya.

Dan, manisnya kebahagiaan pun akan terasa dalam seringnya helaan nafas karena ujianNya. Berat. Tapi manis luar biasa (:!

1 komentar: