Add This...^^d!!

RSS

Kamis, Maret 29, 2012

Sungguh, ia tidak mengenal orang, waktu, dan tempat!

Sabtu 24 Maret 2012 pukul 7 pagi adalah jam dimana akhirnya aku mengakhiri jadwal jaga di Rumah Sakit Hasan Sadikin yang diawali sejak 12 jam sebelumnya yaitu Jum’at pukul 7 malam. Seharian tidak tidur adalah hal biasa bagi seorang koasisten sepertiku, terutama saat itu di IGD Bedah tempatku berjaga semalaman sedang ramai-ramainya pasien “berkunjung”.
Alhasil paginya mataku perih karena belum sempat dipejamkan sama sekali, namun hanya selang 20 menit dari berakhirnya waktu jaga di rumah sakit, aku pun melanjutkan perjalanan bersama salah satu teman satu kontrakan untuk ikut kelas Yoga di salah satu Gym di Braga Citiwalk, hasil dari voucher gratis yang dihadiahkan oleh teman lain yang juga satu kontrakan

Di akhir gerakan yoga yang penuh ketenangan, aku sempat tertidur sesaat (berharap tidak ada yang menyadari kalau aku tertidur sejenak saat itu), lelah! Bahkan aku pun kembali tertidur saat aku dan teman mampir ke suatu tempat makan seselesainya kami berolahraga, saat itu sudah sekitar pukul 11 lewat, kaget tingkat tinggi sewaktu aku dibangunkan untuk perjalanan pulang kembali ke kontrakan.
Tapi pulangkah aku setelahnya? Memang, tapi bukan untuk beristirahat, hanya untuk sejenak meletakkan peralatan-peralatan kedokteran yang kubawa selepas jaga rumah sakit kemarinnya, dan juga perlengkapan-perlengkapan lain selepas berolahraga. Sesampainya di kontrakan, terlihat bu Aah yang sedang menyetrikakan pakaian seorang teman lain yang berlangganan mencuci dan setrika baju pada bu Aah, Rabu dan Sabtu memang hari rutin bagi bu Aah untuk datang dan mengerjakan pekerjaan rutinnya. Sejuk sekali rasanya melihat beliau yang giat bekerja, malu rasanya mengatakan bahwa diri ini lelah saat beliau menyapaku yang baru saja datang. Apalah keletihanku dibadingkan dengan perjuangan beliau mencari uang? Pagi hari mencuci hingga berbaskom-baskom, kemudian mengejar waktu untuk menjemur agar bisa kering siang itu juga, dan siangnya di waktu dzhuhur seperti saat aku pulang saat itu, beliau kembali datang dengan setumpuk pakaian untuk menyetrikakan dan meletakkannya rapi di lemari temanku yang berlangganan padanya

Berbarengan dengan bu Aah yang menata pakaian yang telah disetrika ke lemari baju temanku, aku pun menata barang-barang yang akan kubawa ke tempat berlangsungnya pernikahan massal yang akan diselenggarakan oleh teman-teman Kampus Peduli, “Mau pergi lagi neng??”, tanya bu Aah seolah takjub. “Iyaaa buu, mau ke akad nikahan”
Ya, dini hari sebelumnya aku teringat tentang rencana nikah massal yang katanya akan membantu menikahkan adik-adik jalanan yang sudah kukenal beberapa bulan ke belakang, dan segera kukirim pesan singkat kepada beberapa teman yang kuharap saat itu bisa memberikan jawaban tentang kapan hari diselenggarakan ritual suci itu, dan jawaban yang kudapatkan adalah siang itu juga pukul satu. Dan itu berarti setengah jam lagi dari setibanya aku di kontrakan untuk meletakkan barang-barang pos-Jaga

Seberangkatnya aku ke tempat yang diberitahu oleh teman yang menjawab sms, sulit rasanya untuk tak tertidur di angkutan umum yang kunaiki, terkaget saat terbangun tepat di tempat seharusnya aku berhenti, aku pun segera turun dari angkutan yang kunaiki untuk berganti angkutan umum lain, dan bekerja keras menahan mata agar tetap terbuka dan tidak tertidur lagi.
Sesampainya di tempat tujuan, tak kulihat ada siapapun yang kukenal atau adanya tanda-tanda diadakannya sebuah acara. Selepas kuajukan jurus andalanku: bertanya, seorang bapak baik hati membantuku mencarikan orang lain yang sekiranya tau tempat tujuan pastiku. Alhamdulillah, aku pun diantarkan hingga dekat tempat tujuan, dan dengan tanpa bayaran. Subhanallah, padahal sebelumnya dikatakan untuk membayar seadanya, rasanya isi kantungku lebih dari seadanya saat itu (walaupun tetap terhitung pas-pasan, hehe), tapi takjub tingkat tinggi rasanya diri ini ketika beliau mengatakan kalau beliau tidak apa tidak dibayar karena mengantarku, jazakallah aa’ baik hati! Meskipun takkan luput amal baikmu dicatat, izinkan aku untuk tetap mendo’akan keikhlasan hatimu dalam berbuat baik

Berikutnya, kembali ditunjukkan oleh aa’ baik hati lain jalan menuju tempat berlangsungnya acara, akupun bertemu dengan Rofi, teman Kampus Peduli yang tampaknya mengingatku, maafkan karena aku tak ingat (insya Allah paska hari itu kuingat terus jasa baiknya^^), berkat petunjuk Rofi dan seorang adik lain yang kutemui di perjalanan, aku pun tiba di tempat acara, pukul 2 siang, telat sejam dari waktu yang dikatakan untuk berlangsungnya acara, namun syukur Alhamdulillah ternyata akad belum dilangsungkan, aku masih bisa untuk turut serta mendo’akan pasangan berbahagia yang akan diikat dalam sebuah mitsaqan galidzha, mendo’akan kebarakahan pernikahan mereka, segala puji bagi dan hanya bagiMu ya Rabb..(‘:

Perih mata ini karena belum sempat beristirahat rasanya terlupakan seutuhnya di tempat itu, berbincang dengan teman-teman lama yang akhirnya sempat bertemu lagi, menggendong bayi mungil dari pasangan pengantin yang berbahagia, berbincang dengan teh eli yang sempat menginap di kontrakanku paska melahirkan bayinya, hingga berbincang dengan seorang bapak yang menyapaku ketika aku memutuskan untuk melangkah pulang, saat itu sudah mendekati pukul 5 sore, sebenarnya diri ini sudah sangat ingin beranjak pulang, mengejar agar bisa pulang ke kontrakan sebelum maghrib tiba.
Namun berbincang dengan bapak itu menghadiahkan do’a tulus darinya kepadaku, terutama ketika beliau akhirnya tahu bahwa aku adalah seorang dokter muda yang sedang berprofesi di RSHS, amin ya Rabb...semoga malaikat mengaminkan do’a yang sama dan jauh lebih indah untuk bapak itu.

Pukul 5. Sudah benar-benar harus pulang kurasa, akupun pamit sekali lagi ke teman-teman yang sebenarnya sudah kusalami dari sebelum bertemu bapak tadi, dengan tergesa-gesa akupun berusaha untuk tidak menghentikan jalanku agar bisa sampai tepat waktu di kontrakan, pamit sepintas dengan bapak tadi dengan menangkupkan kedua tangan, salam, dan dengan sepasang kaki yang tetap berjalan tergesa. Namun kedua kaki ini kembali terhenti ketika hanya selang sekitar satu meter dari bapak tadi ada seorang ibu yang mengejarku untuk turut serta bersalaman mengantarkan kepulanganku.
Sungguh tak kusangka ketika selesai menjawab salam dan ucapan “hati-hati ya neng” dari ibu tadi, badan yang telah kubalikkan untuk kembali bergegas pulang membalik kembali ke arah sang ibu yang ternyata ucapan salamnya belum terhenti, “Ibu gak bisa ngasih apa-apa buat eneng, Ibu cuma bisa ngedo’ain aja supaya eneng sukses dan enggak ngelupain orang-orang kecil macam ibu”.

Allah. Orang kecil macam mana yang ikhlas mendo’akan orang yang baru saja ditemuinya? Aku pun berlari kecil ke arah ibu tadi, “Ibu, boleh aku meluk ibu??” Aku pun lekas memeluknya. Ibu tadi kembali mengulangi kata-kata yang sama, “Ibu, do’a ibu jauh lebih dari cukup, lebiiihh dari cukup, nuhun ibu, do’akan saya supaya bisa jadi dokter yang baik ya bu??”, hampir-hampir aku tak bisa melihat wajah sang ibu karena air mata memenuhi kedua kelopak mata ini. Aku pun kembali melanjutkan perjalanan, Allah cintailah ibu tadi..

Berjalan pulang dengan arah sekenanya (karena ingatan ruangku sangat tidak baik) dan berbekal pertanyaan menuju jalan raya terdekat, akupun melajutkan perjalanan untuk pulang. Kembali bertemu dengan seorang ibu, dan kembali, hanya dengan menyapa ibu ini sembari meminta izin untuk lewat, ibu kali ini menahanku karena mengatakan diriku sangat sopan, beliaupun menceritakan banyak hal tentang anak-anaknya (dan sesuatu seperti alangkah bahagianya jika dapat menantu sesopan aku, duh), aku bahkan dimintanya untuk mampir ke rumahnya dan turut makan malam di rumah beliau. Setelah diselamatkan dari motor yang hampir-hampir saja menabrak kami karena jalan yang ada hanyalah satu jalan kecil, akupun berhasil mengulangi pamitan kesekian kepada ibu kali ini, beliaupun membekali aku dengan do’a-do’a dengan bahasa sunda (setidaknya aku tau yang diucapkan ibu ini adalah do’a untuk kesuksesanku, amiin, semoga sukses akhirat ya bu^^?)

Akhirnya tiba di jalan raya, tak kusangka ternyata hanya sekitar 20 menit aku pun berhasil sampai kembali di RSHS, dan hanya sekitar beberapa menit kemudian akupun telah terbaring di tempat tidurku yang ramah menyapa. Perih kembali hadir di kedua mataku, tapi ia tak langsung membuatku terlelap dalam tidur. Sungguh luar biasa sore tadi. Betapa masih banyak orang-orang sederhana yang ikhlas memberikan do’anya kepada orang lain yang baru, benar-benar baru saja, dikenalnya. Masya Allah. Masya Allah.

Teringat dengan sebuah hadist, senyum mu kepada saudara mu adalah sedekah. Dulu aku sempat berpikir ketika ada beberapa teman yang memilah-milih untuk bersedekah, ”Jangan ke orang itu! Lihatlah badannya, lebih dari bugar untuk mampu mencari uang dengan cara bekerja, kalau mau ngasih...kasih ke pengemis yang benar-benar sudah tak mampu menghidupi dirinya”. Tapi hei! Memangnya ada aturan untuk bersedekah?

Ada sebuah cerita bijak ketika seseorang yang baru saja belajar mengenai keutamaan bersedekah segera menyedekahkan hartanya kepada orang yang ditemuinya. Segera, ia dikomentari dengan celaan, “Hei fulan! Untuk apa kamu sedekahkan hartamu kepada orang tadi? Tidak tahukah kamu bahwa wanita yang kamu berikan sedekah tadi adalah seorang pezina dan pendosa yang tidak layak mendapatkan belas kasih?”

Dengan tak mengerti, ia pun hanya bisa mendo’akan agar sedekah yang dikeluarkannya bermafaat dan mendapatkan Ridha Allah. Kembali, ia menyedekahkan hartanya pada orang lewat lain yang ditemuinya, dan kembali ia dikomentari oleh orang-orang di sekitarnya yang melihat apa yang dilakukannya, “Hei fulan! Tak habis pikirkah engkau? Orang yang baru saja kamu berikan sedekah adalah seorang pencuri yang tidak pernah makan makanan yang halal dan tidak pernah bekerja untuk mendapatkan uang yang halal, bagaimana mungkin engkau memberikannya uang sedekah kepadanya dan masih berharap untuk mendapatkan Ridha Allah?”

Sedih, ia pun hanya bisa mengulangi do’anya agar harta yang telah ia sedekahkan bermanfaat dan diterima di sisiNya. Untuk ketiga kalinya, ia pun ingin kembali mengamalkan ilmu sedekah yang baru saja dipelajarinya, kembali ia memberikan sedekah kepada orang yang baru saja ditemuinya, dan lagi-lagi, kembali, ia dikomentari dengan nada mencemooh oleh orang-orang yang memperhatikan apa yang dilakukannya, “Fulan, sungguh, belum pernah kami melihat orang sebodoh dirimu, menurutmu untuk apalah engkau memberikan sedekah kepada orang yang kau lewati tadi, beliau adalah saudagar terkaya di kota ini, untuk apa kau pikir guna dari sedekahmu yang tak seberapa dibandingkan harta kekayaannya yang berlimpah?”
Termangu, ia pun terpuruk dalam kesedihan, betapa bahkan untuk berbuat baik saja dirinya tak bisa. Namun ia pun kembali mengulangi do’anya, berharap Allah mengerti niat baiknya

Hari-hari berikutnya, ia disapa oleh seorang wanita yang ternyata adalah seorang wanita yang diberikan sedekah olehnya beberapa waktu lalu, wanita itu mengucapkan terimakasih padanya, wanita itu mengaku tergugah dengan kebaikan tulusnya yang tak melihat latar belakang seseorang untuk diperlakukan dengan baik, selama ini orang-orang menganggap wanita itu sebagai pezina yang tidak layak mendapatkan ampunan Allah dan tidak layak untuk menerima kebaikan oleh manusia manapun, makhuk rendah, yang memandangnya saja adalah sebuah kehinaan besar. Namun karena sedekah darinya, wanita tadi terenyuh dan mendapatkan hidayah Allah dengan seketika, bersyukur dengan masih adanya orang yang memperlakukannya dengan baik, wanita itu kemudian bertekad untuk bertaubat, seberat apapun jalan yang mungkin nanti akan ditemuinya dengan cemoohan orang lain dengan apa yang telah dilakukannya, ia yakin Allah masih menyayanginya, karena bahkan ternyata masih ada orang yang memperlakukan orang sehina dirinya dengan baik untuk meraih Ridha Allah, seperti apa yang telah dibulatkan dalam tekad wanita itu kini

Ketika masih dalam keadaan terpana dengan apa yang dikatakan oleh wanita tadi, ia kembali disapa oleh seseorang, yang ternyata adalah seorang pencuri yang juga diberikan sedekah olehnya beberapa waktu lalu, lelaki ini juga mengucapkan terimakasih atas sedekahnya dahulu, selama ini belum pernah ia mendapatkan uang halal yang diberikan untuknya dengan tulus bahkan oleh seseorang yang baru saja dikenalnya, selama ini ia hanya berbekal dari usahanya mencuri untuk bertahan hidup dengan uang tidak halal yang diperolehnya. Tidak pernah terpikir dalam benaknya bahwa diantara pikiran-pikiran buruk orang lain tentang dirinya yang tidak akan mungkin berubah, ternyata masih ada orang lain yang tulus memperlakukannya dengan baik dan bahkan memberikan sedekah kepadanya, yang kemudian berbekal dari uang sedekah yang diperolehnya, lelaki itu pun memutuskan untuk menghentikan hidupnya yang selama ini jauh dari baik dan berusaha untuk memulai hidupnya kembali dari awal, dengan cara yang halal

Tak lama sepeninggalnya lelaki tadi, ia kembali disapa oleh orang ketiga, yang juga diberikan sedekah olehnya, apa yang akan dikatakan oleh saudagar kaya yang mendapatkan sedekah tak seberapa darinya? Tersinggungkah saudagar ini? Ternyata kembali ucapan terimakasih yang diterimanya, saudagar ini merasa sangat tertampar ketika dirinya diberikan sedekah oleh orang yang tak dikenalnya, jumlah yang sangat tidak ada apa-apanya dengan harta yang dimiliki sang saudagar justru mampu menyadarkan dirinya mengenai betapa selama ini hanya dunialah yang dikejarnya, hingga hartanya yang menumpuk sama sekali tidak pernah ia sedekahkan kepada yang membutuhkan. Tapi lihatlah orang asing yang memberikan sedekah padanya, orang asing ini bahkan tak berusaha mengetahui siapa yang ia berikan sedekah, karena hanya keinginan untuk bersedekahlah yang memenuhi dirinya. Sang saudagarpun teringat dengan kewajibannya untuk menzakatkan sebagian hartanya dan menyedekahkan sisanya, ia sungguh berterimakasih karena sedekah yang diberikan kepadanya mampu mengembalikan sang saudagar dari posisi lupa diri dari banyaknya harta yang mengelilinginya, sehingga sang saudagar masih bisa melakukan sesuatu untuk kepentingan akhiratnya

Subhanallah, betapa indahnya berbuat baik, kepada siapapun, bukankah tak ada aturan untuk berbuat baik? Ketika bersedekah tidak diharuskan hanya kepada orang-orang tertentu, dan menyapa juga tak harus pada orang yang kita kenal, layaknya fulan yang berhasil memberikan hidayah kepada mereka yang diberikannya sedekah karena mengharap ridha Allah, atau upaya ringanku untu tersenyum dan menyapa mereka yang kutemui di jalan yang membalas sapaanku, yang mungkin bagi orang lain tak ada harganya, yang dibalas dengan sebuah do’a untuk kelanjutan perjalananku

Tidakkah ia indah? Ketika diri ini belum sanggup bertindak seperti fulan yang memberikan sedekah tanpa melihat siapa yang ia berikan sedekah dan juga dengan tanpa putus asa tetap bersedekah meski dicemooh orang lain, bukankah bibir kita masih dapat melakukan senyum simetris dan mendo’akan orang yang kita temui di jalan, siapapun itu, ‘Assalamu’alaykum Warahmatullah Wabarakatuh, salam dan selamat untukmu, semoga Allah merahmati dan memberkahimu. Tidakkah hal tersebut mudah untuk dilakukan dan bernilai sedekah di mata Allah?

Lantas apa lagi yang kita tunggu?

Sungguh, berbuat baik tidak mengenal orang, waktu, dan tempat! Dan sungguh, disapa dengan senyuman tulus oleh orang lain mampu menghadiahkan kebersihan hati dalam diri untuk melanjutkan senyuman tulus kepada orang yang lain lagi. Lantas apa lagi yang kita tunggu? Tidakkah ia adalah multi level pahala yang sangat menjanjikan?



“Apabila Allah memberi hidayah kepada seseorang melalui upayamu, itu lebih baik bagimu daripada apa yang dijangkau matahari yang terbit dan terbenam.”
(HR Bukhari)

[+/-] Selengkapnya...